Mengapa harus belajar matematika

Kenapa Harus Belajar Matematika

Filed under: Michael Crichton

Saya bertanya: Bu, kenapa koordinat dibagi jadi empat kuadran?
Ibu menjawab: Itu sudah kesepakatan ilmuwan jaman dulu.
Saya bertanya: Bu, kenapa ada ples ada mines?
Ibu menjawab lagi: Itu sudah kesepakatan ilmuwan jaman dulu.
Saya bertanya: Bu, kenapa rumus luas lingkaran harus memakai pi sebagai pengali?
Ibu menjawab lagi-lagi dengan jawaban: Itu sudah kesepakatan ilmuwan jaman dulu.

Yah, lagi-lagi waktu itu saya kerjakan soal-soal matematika dengan doktrin Ibu yang masih tergiang jelas di kepala, bahwa apa boleh buat memang dasar kita ini korban para ilmuwan terhormat jaman dulu.

Tapi toh saya juga tidak merasa keberatan belajar matematika, kecuali waktu kalkulus makin bikin mumet saja dengan lambang-lambang integral dan diferensial. Saya lebih suka aljabar linier yang lebih berkotak-kotak dengan matriks, tidak berkurva mulus seperti kalkulus.

Sementara itu teman-teman sekolah saya makin banyak yang mempertanyakan nasibnya, keharusannya mempelajari matematika selama 12 tahun. Saya masih belum terlalu keberatan karena rupanya matematika lumayan asik. Menulis tampaknya lebih asik, cuma sayang saya tidak punya motivasi menghapal. Jadi nilai bahasa Indonesia saya ya sedang-sedang saja. Cukuplah untuk lolos dari jenjang satu ke jenjang sekolah lain.

Sekarang kalau saya pikir-pikir lagi, matematika memang membuat hidup jadi lebih mudah. Saya tidak bisa bayangkan memberi perintah kepada tukang batu untuk pasang ubin 30 cm x 30 cm di lantai kamar tidur utama yang luasnya 3 meter kali 5 meter. Coba kalau tidak istilah matematika seperti satuan panjang dan satuan luas, mungkin saya harus bilang:

Pak, ubinnya segede-gede gini ya, yang sebelah sini panjangnya 2 tapak tangan saya. Sebelah sini juga sama.
Terus, Pak… kamar ini yang mau dipasangin ubin. Dinding sebelah sini panjangnya 3 badan saya yang sebelah sini panjang dindingnya 3 badan bapak.

Arrghhh, repot kan?

Setelah masa 12 tahun itu lewat, saya mulai berkenalan dengan matematika bentuk lain yang semakin membuyarkan anggapan bahwa matematika adalah pelajaran ilmu pasti. Begitu banyak ketidakpastian yang akan didapati semakin dalam matematika dipelajari. Untung saja istilah ilmu pasti sudah tidak dipakai, kalau tidak makin banyak saja yang akan mempertanyakannya.

Bayangkan kalau semua murid SMA dikasih tau bahwa ada data untuk penyelidikan nilai pi pada rumus lingkaran yang ternyata palsu tapi nilai pi itu sendiri dipakai seratus tahun lebih. Atau ternyata Isaac Newton kemungkinan menggunakan data bikin-bikinan.

Atau diberi tau bahwa Max Planc yang memenangkan hadiah Nobel mengatakan bahwa: Kebenaran baru ilmiah bukannya diterima dengan meyakinkan ilmuwan lawan-lawannya dan membuat mereka melihat cahaya kebenaran dari ilmu yang baru. Kebenaran baru itu diterima karena ilmuwan yang tidak setuju dengannya… akhirnya meninggal, dan generasi yang baru tumbuh bersama ilmu baru yang akrab dengannya.

Yah, ini memang tidak menjawab pertanyaan kenapa kita harus belajar matematika. Tapi seperti juga ilmu untuk bertahan hidup lain, saya yakinkan bahwa matematika memang perlu. Terutama untuk menghitung zakat dan pajak. Oh, dan warisan juga

Termodinamika

 

 

Menu Utama
. HOME
. Berita
. OASE
. Hikmah
. Lembar Jum’at
. Kisah:
   – Sahabat
   – Kaum Salaf
   – Tokoh Islam
   – Kehidupan
. Ramadhan
. Muslimah
. Keajaiban
. Sejarah
. Ghazwul Fikr
. Pergerakan
. Palestina
. Akhir Zaman
. Download. Semua Topik
. Semua Arsip
. Search

Telah dikunjungi:

313638  kali
sejak Juli 2007

24 pengunjung online

Newsletter Oase
Total ada 390 anggotaSetiap update di website ini secara otomatis akan terkirim ke Newsletter Oase (berupa artikel full). Keanggotaan Newsletter terbuka bagi siapa saja, untuk berlangganan silakan mengisi nama dan alamat email Anda pada form di bawah ini.
Nama Anda:

Email Anda:

Guestbook
Silakan mengisi buku tamu sebagai tanda atas kunjungan Anda di website ini.Baca Buku Tamu
Isi Buku Tamu
Link Islami
. Swaramuslim
. Eramuslim
. Hidayatullah
. Syariah Online
. Harun Yahya
Webmaster
abufaiz97. Disclaimer
. Email ke Webmaster
. FAQ

Bagi yang ingin menyumbang artikel untuk website Oase Islam silakan kirim melalui form ini.

Ilmu Termodinamika Menyanggah Teori Evolusi
Dipublikasi pada Kamis, 10 April 2008 oleh abufaiz97
Artikel ini telah dibaca 343 kali.
Topik: Ghazwul Fikr

Ghazwul Fikr

Keabsahan Hukum II Termodinamika atau Hukum Entropi ini telah terbukti, baik secara eksperimen maupun teoretis. Albert Einstein menyatakan bahwa Hukum Entropi akan menjadi paradigma yang sangat berpengaruh di periode sejarah mendatang. Ilmuwan terbesar di masa kita ini mengakuinya sebagai “hukum utama dari semua ilmu pengetahuan”. Sir Arthur Eddington juga menyebutnya sebagai “hukum metafisika tertinggi di seluruh jagat”….

———-
Hukum II Termodinamika, yang dianggap sebagai salah satu hukum dasar ilmu fisika, menyatakan bahwa pada kondisi normal semua sistem yang dibiarkan tanpa gangguan cenderung menjadi tak teratur, terurai, dan rusak sejalan dengan waktu. Seluruh benda, hidup atau mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai dan hancur. Akhir seperti ini mutlak akan dihadapi semua makhluk dengan caranya masing-masing dan menurut hukum ini, proses yang tak terelakkan ini tidak dapat dibalikkan.

Kita semua mengamati hal ini. Sebagai contoh, jika Anda meninggalkan sebuah mobil di padang pasir, Anda tidak akan menemukannya dalam keadaan lebih baik ketika Anda menengoknya beberapa tahun kemudian. Sebaliknya, Anda akan melihat bannya kempes, kaca jendelanya pecah, sasisnya berkarat, dan mesinnya rusak. Proses yang sama berlaku pula pada makhluk hidup, bahkan lebih cepat.

Hukum II Termodinamika adalah cara mendefinisikan proses alam ini dengan persamaan dan perhitungan fisika.

Hukum ini juga dikenal sebagai “Hukum Entropi”. Entropi adalah selang ketidakteraturan dalam suatu sistem. Entropi sistem meningkat ketika suatu keadaan yang teratur, tersusun dan terencana menjadi lebih tidak teratur, tersebar dan tidak terencana. Semakin tidak teratur, semakin tinggi pula entropinya. Hukum Entropi menyatakan bahwa seluruh alam semesta bergerak menuju keadaan yang semakin tidak teratur, tidak terencana, dan tidak terorganisir.

Keabsahan Hukum II Termodinamika atau Hukum Entropi ini telah terbukti, baik secara eksperimen maupun teoretis. Albert Einstein menyatakan bahwa Hukum Entropi akan menjadi paradigma yang sangat berpengaruh di periode sejarah mendatang. Ilmuwan terbesar di masa kita ini mengakuinya sebagai “hukum utama dari semua ilmu pengetahuan”. Sir Arthur Eddington juga menyebutnya sebagai “hukum metafisika tertinggi di seluruh jagat”.

Teori evolusi adalah klaim yang diajukan dengan sepenuhnya mengabaikan Hukum Entropi. Mekanisme yang diajukannya benar-benar bertentangan dengan hukum dasar fisika ini. Teori evolusi menyatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul tidak hidup yang tak teratur dan tersebar, sejalan dengan waktu menyatu dengan spontan dalam urutan dan rencana tertentu membentuk molekul-molekul kompleks seperti protein, DNA dan RNA. Molekul-molekul ini lambat laun kemudian menghasilkan jutaan spesies makhluk hidup, bahkan dengan struktur yang lebih kompleks lagi. Menurut teori evolusi, pada kondisi normal, proses yang menghasilkan struktur yang lebih terencana, lebih teratur, lebih kompleks dan lebih terorganisir ini terbentuk dengan sendirinya pada tiap tahapnya dalam kondisi alamiah. Proses yang disebut alami ini jelas bertentangan dengan Hukum Entropi.

Untuk membaca kelanjutan artikel ini yang disertai gambar yang memperjelasnya silakan download pada link ini.

Harun Yahya

Bagaimana menentukan KKM

LANGKAH-LANGKAH MENETAPKAN KKM

February 21, 2007 · 1 Comment

Oleh : Drs. Wannef Jambak

(Berdasarkan surat Dirjendikdasmen No.1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM)), Continue reading

Berbahasa Indonesia Yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Konsultasi Bahasa

UNGKAPAN gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di lingkungan sekolah maupun jasa media massa. Beberapa hari yang lalu melalui telepon, ada permintaan untuk penjelasan konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini dijelaskan apakah sebenarnya makna ungkapan itu? Apa pula alat ukur bahasa yang benar? Supaya tidak hanya dapat mengucapkan slogan itu, tetapi dapat menerapkannya, marilah kita perhatikan kriteria bahasa yang baik dan benar berikut.

Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2) tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosakata (termasuk istilah), (4) ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/.

Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, vitamin, devaluasi, zakat, zebra, dan izin, bukan pajar, pakir (miskin), motip, aktip, pitamin, depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, korps, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, korp, tranmigrasi, ekspot.

Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan, dan pertanggungan jawab.

Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah, lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.

Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, hierarki. Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang bermakna konotatif (kiasan). Jadi penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.

Kriteria penggunaan bahasa Indonesia yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita.

Sekarang ini, bahasa Indonesia tercemar oleh pengaruh asing yang tidak pada tempatnya—kenyataan ini menunjukkan sikap negatif terhadap bahasa Indonesia. Bahkan terkadang kita menempatkan bahasa Indonesia pada urutan kedua atau pada urutan yang dapat diabaikan sama sekali dalam menyampaikan pesan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Fakta ini dapat dilihat melalui penggunaan bahasa asing yang berlebihan dalam kain-kain rentang, papan reklame, pembicaraan pada situasi formal, dan sebagainya. Padahal, berbahasa Indonesia yang baik dan benar bukan prilaku berbahasa yang sulit.

Persoalannya adalah ada tidak keinginan kita untuk menghargai bahasa nasional kita sendiri? Atau kita lebih bangga berbahasa asing daripada bahasa Indonesia? Pada konteks ini kita sebagai warga negara Indonesia harus menunjukkan sikap positif dan bangga terhadap bahasa Indonesia.

Pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah dan dengan situasinya merupakan salah satu sikap positif. Hal itu terjadi jika orang tidak asal jadi dalam berbahasa. Seandainya untuk keperluan resmi pun orang menganggap bahwa dalam berbahasa itu yang terpenting asal kawan bicara dapat menangkap maksud pembicara, dapat dikatakan bahwa orang itu tidak bersikap positif.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana kita dapat memprioritaskan pemilihan bahasa yang sesuai dengan keperluan itu. Kecenderungan untuk menggunakan bahasa asing, kadang-kadang juga didorong oleh keinginan bergagah-gagahan dan memberi kesan tahu akan bahasa asing.

Akan tetapi, tidak jarang justru terjadi kesalahan yang memalukan. Di beberapa jalan, kita dapat melihat tulisan pada papan nama yang sedikit menggelikan, seperti aksesories, servisce, fotocopy. Ini adalah bahasa gado-gado. Sebetulnya, jika kata serapan itu akan dipakai, kita dapat menuliskan secara bersahaja dan benar: asesoris, servis, dan fotokopi. Itulah beberapa hal yang dapat menunjukkan sikap berbahasa Indonesia yang baik dan benar! (Prima Duantika)

SDM

kurikulum

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!